1.1 Tingkah laku dan
komunikasi nonverbal
Informasi merupakan penguat-penguat persepsi kita terhadap
orang lain. Ketika kita ingin mengetahui apa yang dipikirkan oleh setiap orang
pasti kita akan mengorek-ngorek informasi tentang orang tersebut. Banyak media
yang di sediakan baik berupa manusia maupun teknologi. Selain bertanya kepada
orang lain, saat ini tersedia media-media sosial yang mempermudah kita untuk
mengetahui informasi-informasi tentang orang lain. Komunikasi dan tingkah laku
verbal belum tentu akurat. Karena, banyak juga yang menyaggah atau menyangkal
kebenaran tentang dirinya. Tetapi selain itu, ada komunikasi nonverbal yang
terkadang sudah cukup mewakili komunikasi verbal. Contohnya:
Tingkah laku non verbal dapat membantu kita untuk mencapai
beragam tujuan (Patterson, 1983) sebagai berikut:
1.
Tingakah laku nonverbal menyediakan informasi
tentang perasaan dan niat secara ajek. Contohnya: ekspresi mewakili emosi
seseorang.
2.
Tingkah laku nonverbal dapat digunakan untuk
mengatur dan mengelola interaksi. Sebagai contoh, dalam budaya diskusi,
seseorang ketika mengangkat tangan berarti ingin bertanya atau berbicara.
3.
Tingkah laku nonverbal dapat digunakan untuk
mengungkapkan keintiman, misalnya melalui sentuhan, rangkulan, dan tatap mata.
4.
Tingkah laku nonverbal dapat digunakan untuk
menegakkan dominasi atau kendali, seperti kita kenal dalam anacaman nonverbal
seperti mata melotot, rahang yang dikatupkan rapat-rapat, dan gerakan-gerakan
yang diasosiasikan sebagai tindakan agresif tertentu.
5.
Tingkah laku nonverbal dapat digunakan untuk
memfasilitasi pencapaian tujuan, dengan cara menunjuk, memberi tanda pujian
dengan mengangkat jempol, dan menampilkan senyum sebagai tanda memberi dukungan
positif.
Dari komunikasi-komunikasi nonverbal tersebut dapat mewakili
apa yang dirasakan dan dipikirkan orang lain. Penelitian-penelitian tentang
tingkah laku dan komunikasi nonverbal banyak dilakukan oleh psikolog sosial (diantaranya
Ekman & Freison, 1974; Izard, 1991; Keltner, 1995; Forest & Fieldman,
2000; Neumann & Strack, 2000; DePaulo et al., 2003). Dari penelitian-penelitian
itu diperoleh pemahaman bahwa tanda-tanda nonverbal yang ditampilkan orang lain
dapat memengaruhi perasaan kita, bahkan ketika kita tidak memberi perhatian
kepada hal itu secara sadar. Pengaruh tanda-tanda nonverbal bekerja meskipun
kita tidak memfokuskan atau memikirkannya. Contohnya: ketika kita terpengaruh
oleh ekspresi orang lain, ketika ekspresi seseorang yang di depan kita sedang
garang, maka kita akan terbawa menjadi kesal.
1.2
Atribusi: memahami sebab-sebab dari tingkah laku orang lain
a.
Teori atribusi dari Heider
Heider, yang dikenal sebagai bapak teori atribusi, percaya
bahwa orang seperti ilmuan amatir, berusaha untuk mengerti tingkah laku orang
lain dengan mengumpulkan dan memadukan potongan-potongan informasi sampai mereka
tiba pada sebuah penjelasan masuk akal tentang sebab-sebab orang lain
bertingkah laku tertentu. Menurut Heider, ada dua atribusi terhadap tingkah
laku:
1.
Atribusi internal ataudisposisional:tingkah laku
seseorang disebabkan oleh sifat-sifat disposisi (unsur psikologis yang
mendahului tingkah laku).
2.
Atribusi eksternal atau lingkungan: tingkah lalu
sesorang disebabkan oleh situasi tempat orang itu berada.
b.
Teori Atribusi dari Kelley
Kelley (1967, 1972) mengajukan model proses atribusi yang
tidak lagi merujuk pada intensi. Menurut Kelly, untuk menjadikan tingkah laku
konsisten, orang membuat atribusi persoanl ketika konsensus dan kekhususan (distinctiveness)
rendah. Konsensus didefinisikan sebagai sejauh mana orang lain bereaksi
terhadap beberapa stimulus atau kejadian dengan cara yang sama dengan orang yang
sedang kita nilai. Sedangkan kekhususan adalah sejauh mana seseorang merespon
dengan cara yang sama terhadap stimulus atau kejadian dengan cara yang sama
terhadap stimulus atau kejadian yang berbeda.
Pemahaman yang tepat tentang kondisi emosional atau mood
seseorang dapat sangat bermanfaat dalam berbagai hal. Namun, pemahaman
emosional hanyalah angkah pertama dari bahasan dalam psikologi sosial.
Biasanya, kita ingin tahu lebih jauh, memahami sifat-sifat individu yang
cenderung menetap dan mengetahui penyebab dibalik perilaku mereka. Saat ini, kita terkadang tidak hanya sekedar
ingin mengetahui bagaiman seseorang berperilaku namun kita juga ingin
mengetahui mengapa mereka berperilaku demikian. Proses dimana kita mencoba
mencari informasi ini disebut atribusi. Definisi dari atribusi adalah upaya
kita untuk memahami penyebab di balik perilaku orang lain, dan dalam beberapa
kasus, juga penyebab di balik perilaku kita sendiri.
1.3
Bias-bias dalam persepsi sosial
Ketika sering menilai orang berdasarkan penampilan
pertamanya. Orang yang menampilkan kesan baik pada saat pertama kali bertemu,
cenderung kita anggap baik untuk seterusnya. Bias seperti ini biasanya disebut
efek halo. Kita juga cenderung menilai orang yang menampilkan kesan buruk pada
saat kita pertama kali bertemu dengannya, sebagai orang yang buruk seterusnya. Bias
seperti ini disebut negativitas. Kecenderungan mengandalkan penilaian terhadap
orang lain pada kesan pertama merupakan bias karena penyimpulan yang kita buat
tidak didasari informasi yang lengkap. Informasi tentang sesorang yang kita
peroleh pada saat pertama kali kita bertemu dengannya tidak mewakili
keseluruhan pikiran dan perasaan orang tersebut.
Bias dalam persepsi sosial dapat juga terjadi karena adanya
asimetri anatara kelompok sendiri dan kelompok lain (in-group-out-group
asymetry), yaitu orang cenderung memrsepsikan kelompok sendiri dengan cara dan
standar yang berbeda dengan cara dan strandar memersepsikan orang lain. Dalam psikologi
sosial, asimetri antara kelompok sendiri dan kelompok lain, penting untuk
menjelaskan tentang streotip, diskriminasi, dan hubungan antar kelompok (Pettigrew,
1986; Tajfel & Turner, 1986).
0 komentar:
Posting Komentar